Jumat, 12 September 2014

Kaisar Terkaya di Afrika Ini Menyebabkan Devaluasi di Timur Tengah


Anda pernah mendengar tentang kekayaan yang luar biasa dari Bill Gates, JP Morgan, dan Sultan Brunei, tetapi apakah Anda pernah mendengar tentang Mansa Musa, salah satu orang terkaya yang pernah hidup? Bahkan dikabarkan adalah orang terkaya di muka bumi dalam catatan sejarah
Seperti yang dikutip dari versesofuniverse.blogspot.com, Musa I (1280-1337 M) adalah Mansa kesepuluh, (Mansa diterjemahkan sebagai “Raja segala raja” atau “Kaisar”), di Kekaisaran Mali yang kaya. Pada saat Mansa Musa bertahta, Kekaisaran Mali terdiri dari wilayah sebelumnya milik Kekaisaran Ghana dan Melle (Mali) dan beberapa daerah sekitarnya. Musa memegang banyak gelar, seperti Emir Melle, Penguasa tambang Wangara dan Penakluk Ghanata, Futa-Jallon dan setidaknya selusin lainnya.

Musa digambarkan memegang nugget emas dan tongkat emas di Atlas Catalan 1375

Namanya juga muncul sebagai Kankou Musa, Kankan Musa, dan Musa Kanku, yang berarti “Musa, putra Kankou”. Penyebutan lainnya adalah Mali-koy Kankan Musa, Gonga Musa dan Singa Mali.

Garis Keturunan dan aksesi ke tahta

Apa yang diketahui tentang raja-raja dari Kekaisaran Mali diambil dari tulisan-tulisan ulama Arab, termasuk Al-Umari, Abu-Sa’id Utsman ad-Dukkali, Ibn Khaldun, dan Ibn Battuta. Menurut sejarah yang komprehensif dari Ibn – Khaldun tentang raja-raja Mali, kakek Mansa Musa adalah Abu-Bakr (Kata arab untuk kata Bogari, nama asli tidak diketahui – Bukan Abu Bakar sahabat Rasul), saudara dari Sundiata Keita, pendiri kekaisaran Mali sebagaimana dicatat melalui sejarah lisan. Abu-Bakr tidak naik takhta, dan anaknya, ayah Musa, Faga Laye, tidak memiliki signifikansi dalam Sejarah Mali.
Mansa Musa naik tahta melalui praktik penunjukan deputi/wakil ketika raja bepergian ke luar negeri seperti haji ke Mekkah atau pelawatan lainnya, dan jika raja tidak pulang, maka deputi ini menjadi ahli waris atau raja baru. Menurut sumber-sumber primer, Musa diangkat menjadi wakil dari Abubakari II, raja sebelumnya, yang sempat dikabarkan memulai sebuah ekspedisi untuk menjelajahi batas Samudera Atlantik, dan tidak pernah kembali. Cendekiawan Arab-Mesir Al-Umari mengutip Mansa Musa sebagai berikut:
Penguasa yang mendahului saya tidak percaya bahwa tidak mungkin untuk mencapai ujung laut yang mengelilingi bumi (Samudera Atlantik). Dia ingin mencapainya dan bertekad untuk mewujudkan keinginannya. Jadi dia mengirim dua ratus perahu penuh orang, dan juga penuh dengan emas, air dan logistik yang cukup untuk beberapa tahun. Ia memerintahkan sang kapten tidak kembali sampai mereka telah mencapai ujung laut, atau sampai ia kehabisa logistik dan air. Jadi mereka memulai perjalanan mereka. Mereka tidak kembali untuk waktu yang lama, dan, akhirnya hanya satu perahu yang kembali. Ketika ditanya, kapten kapal yang kembali tersebut menjawab: “Wahai Raja, kami berlayar untuk waktu yang lama, sampai kami melihat di tengah-tengah laut sungai besar yang mengalir sangat deras. Perahu saya adalah yang terakhir; perahu lain yang di depan saya, dan mereka tenggelam dalam pusaran air besar dan tidak pernah keluar lagi. Saya berlayar kembali untuk melarikan diri saat ini”. Namun Sultan tidak percaya padanya. Ia memerintahkan dua ribu kapal harus disiapkan untuk dia dan anak buahnya. Lalu ia berikan kekuasaan pada saya untuk jangka waktu ketidakhadirannya, dan berangkat dengan anak buahnya. Ia tidak pernah kembali atau tidak ada tanda-tanda ia masih hidup.

Perjalanan Haji nya

Musa adalah seorang Muslim yang taat dan ingin berhaji ke Mekkah, perintah Allah sesuai dengan inti ajaran Islam. Perjalanan haji nya inilah yang membuatnya terkenal di seluruh Afrika Utara dan Timur Tengah. Ia akan menghabiskan banyak waktu untuk mendorong pertumbuhan Islam di kerajaannya setelah hajinya.
Musa berziarah/berhaji di tahun 1324, keberangkatannya dilaporkan mencakup 60.000 orang, 12.000 pelayan yang masing-masing membawa emas batangan empat pon, bentara mengenakan sutra, serta kuda-kuda kuat yang terorganisir. Musa menyediakan semua kebutuhan rombongannya selama perjalanan, termasuk akomodasi untuk seluruh rombongannya dan hewan-hewan. Juga di laporkan bahwa Musa membawa 80 unta, yang masing-masing membawa antara 300 pon benda-benda yang terbuat dari emas. Dia membagi-bagikan emas yang dia bawa kepada orang miskin yang ia temui sepanjang perjalanannya. Musa tidak hanya memberikan emasnya ke kota-kota yang ia lewati dalam perjalanannya ke Mekkah, termasuk Kairo dan Madinah, tetapi juga menukar emas dengan souvenir. Selain itu, dilaporkan juga bahwa ia membangun masjid setiap hari Jumat.



Perjalanan Musa didokumentasikan oleh beberapa saksi mata di sepanjang rutenya, yang kagum dengan kedermawanannya dan rombongan hajinya yang besar, dan catatan mengenai perjalanan haji Musa ini ditemukan di berbagai sumber, termasuk jurnal, akun lisan dan sejarah. Musa diketahui telah mengunjungi Sultan Mamluk Al-Nasir Muhammad di Mesir pada bulan Juli 1324.
Tindakan murah hati Musa, bagaimanapun, secara tidak sengaja menghancurkan perekonomian daerah. Di kota-kota Kairo, Madinah dan Mekkah, dengan banjirnya banyak emas secara tiba-tiba ini, mendevaluasi nilai emas mereka hingga 12 tahun berikutnya. Harga barang-barang pun meningkat sangat tinggi. Untuk memperbaiki pasar emas, Musa meminjam semua emas yang bisa dia bawa dari para pemberi pinjaman di Kairo, dengan bunga tinggi. Ini adalah satu-satunya masa yang tercatat dalam sejarah bahwa satu orang dapat mempengaruhi harga emas di timur tengah.
Selama bertahun-tahun setelah kunjungan Mansa Musa, orang-orang biasa di jalan-jalan Kairo, Mekkah dan Baghdad berbicara tentang ziarah yang megah ini. Ziarah yang menyebabkan devaluasi emas di Timur Tengah selama 12 tahun.
Selama perjalanan pulang yang panjang dari Mekkah pada tahun 1325, Musa mendengar berita bahwa pasukannya telah merebut kembali Gao. Sagmandia, salah satu jenderalnya, memimpin upaya tersebut. Kota Gao telah berada dalam kekuasaan kerajaan sejak sebelum pemerintahan Sakura dan yang penting – meskipun sering memberontak – ini adalah pusat perdagangan. Musa membuat jalan memutar dan mengunjungi kota di mana ia menerima, sebagai sandera, kedua anak raja Gao, Ali Kolon dan Suleiman Nar. Dia kembali ke Niani dengan dua anak laki-laki tersebut dan kemudian mendidik mereka di istananya. Ketika Mansa Musa kembali, ia membawa banyak sarjana Arab dan arsitek.

Pembangunan di Mali

Musa memulai program pembangunan besar-besaran, mendirikan masjid-masjid dan madrasah-madrasah di Timbuktu dan Gao. Yang paling terkenal adalah pusat belajar kuno, Madrasah Sankore atau Universitas Sankore dibangun pada masa pemerintahannya. Di Niani, ia membangun Hall of Audience, bangunan yang dihubungkan dengan pintu interior ke istana kerajaan. Ini adalah “Monumen Mengagumkan” yang diatapi oleh kubah, dihiasi dengan warna arabesque yang mencolok. Jendela-jendela lantai atas yang dilapisi dengan kayu dan dibingkai dalam foil perak, sedangkan jendela-jendela di lantai bawah dilapisi dengan kayu yang dibingkai dalam emas. Seperti Masjid Agung, struktur kontemporer dan megah di Timbuktu, Aula dibangun dari batu yang dipotong.
Selama periode ini, ada peningkatan kesejahteraan di kota-kota utama Mali. Sergio Domian, seniman dan arsitektur terpelajar Italia, menulis sebagai berikut tentang periode ini:
“Beliau meletakkan dasar peradaban urban. Pada puncak kekuasaannya, Mali memiliki setidaknya 400 kota, dan interior dari Delta Niger sangat padat dengan penduduk.”

Pengaruh di Timbuktu

Tercatat bahwa Mansa Musa melakukan perjalanan melalui kota-kota Timbuktu dan Gao dalam perjalanan ke Mekah, dan membuat mereka menjadi bagian dari kerajaan ketika ia kembali sekitar tahun 1325. Ia membawa arsitek dari Andalusia dan Kairo untuk membangunkannya istana kerajaan di Timbuktu dan Masjid Djinguereber yang besar yang masih berdiri hingga saat ini.
Timbuktu segera menjadi pusat perdagangan, budaya dan Islam; Barang-barang pasar dibawa pedagang dari Hausaland, Mesir dan kerajaan Afrika lainnya. Sebuah universitas didirikan di kota (dan juga di kota-kota Mali seperti Djenné dan Ségou), dan Islam menyebar melalui pasar dan universitas, membuat Timbuktu menjadi tujuan baru untuk pendidikan Islam. Berita mengenai kekayaan kota-kota kekaisaran Mali itu menyebar melintasi Mediterania ke Eropa selatan, di mana para pedagang dari Venesia, Granada, dan Genoa segera menambahkan Timbuktu ke peta mereka untuk memperdagankan barang-barang manufaktur yang ditukar dengan emas.


Sankore, Timbuktu


Masjid Djinguereber

Universitas Sankore di Timbuktu menghasilkan tenaga-tenaga baru untuk pemerintahan Musa, seperti ahli hukum, astronom dan matematikawan. Universitas ini menjadi pusat pembelajaran dan budaya, menggiring cendekiawan Muslim dari seluruh Afrika dan Timur Tengah untuk pergi ke Timbuktu.
Micheal Palin, pembawa program BBC, sekembalinya dari Timbuktu melaporkan bahwa Masjid Agung Timbuktu “memiliki koleksi naskah-naskah ilmiah yang jelas menunjukkan planet-planet mengelilingi matahari. Naskah-naskah tersebut bertanggal kembali ratusan tahun … Hal ini adalah bukti yang meyakinkan bahwa para ulama dari Timbuktu tahu lebih banyak daripada rekan-rekan mereka di Eropa masa itu”. Lebih lanjut ia melanjutkan dengan mengatakan “Pada abad ke-15 di Timbuktu, matematikawan tahu tentang rincian gerhana, tahu hal-hal yang yang orang eropa harus menunggu sampai 150 hingga 200 tahun untuk mengetahuinya, yaitu saat Galileo dan Copernicus datang dengan perhitungan yang sama yang malah menjadikan mereka dimusuhi saat itu” (Palin 2002) .
Pada tahun 1330, kerajaan Mossi menyerang dan menaklukkan kota Timbuktu. Namun Musa cepat merebut kembali Timbuktu dan membangun sebuah benteng batu dan menempatkan tentara untuk melindungi kota dari serbuan lain di masa depan. Meskipun istana Musa telah lenyap, universitas dan masjid masih berdiri di Timbuktu hingga hari ini.

Kematian

Kematian Mansa Musa sangat diperdebatkan di kalangan sejarawan modern dan ulama Arab yang mencatat sejarah Mali. Bila dibandingkan dengan masa pemerintahan penerusnya, putranya Mansa Maghan (memerintah 1332-1336) dan kakaknya Mansa Suleyman (memerintah 1336-1360), maka masa pemerintahan Musa adalah 25 tahun, diperkirakan mangkatnya di tahun 1332. Catatan lain menyatakan Musa berencana untuk memberikan takhtanya kepada putranya Maghan, tapi ia keburu meninggal setelah ia kembali dari Mekah pada tahun 1325. Namun menurut akun dari Ibn Khaldun, Mansa Musa masih hidup ketika kota Tlemcen di Aljazair ditaklukkan pada tahun 1337, dimana ia mengirim utusan ke Aljazair untuk mengucapkan selamat kepada pemenang atas kemenangan mereka.

Warisan

Program pembangunan Mansa Musa menyebabkan ekspansi intelektual dan ekonomi yang berlanjut hingg ke bagian akhir Abad Pertengahan, dengan memperkuat kekuatan ekonomi Mali dan membangunnya sebagai pusat intelektual penting, menarik pelajar-pelajar dari jauh. Mansa Musa juga dikreditkan membantu kelahiran arsitektur Sudano-Sahel dan penyebaran Islam di Afrika Barat. Kekuatan militer Mali membuat Mali menjadi kekuatan militer yang paling kuat di benua itu, hanya disaingi oleh Maroko dan Mesir. Warisan yang paling menonjol dari Musa adalah perjalanan hajinya, yang tidak hanya menyebabkan inflasi ekonomi di Mediterania, tapi mungkin secara tidak langsung memberikan dukungan keuangan untuk renaissance Italia
Jika Kekayaan Musa dikonversikan dengan nilai sekarang, maka kekayaannya akan berjumlah 400 miliar dollar amerika, yang membuatnya menjadi orang terkaya di dunia dalam sejarah yang tercatat. Ironisnya saat ini Mali termasuk salah satu negara miskin …

Next

Related

Berkomentar Dengan Bijak Dan Sopan. Terima Kasih !
EmoticonEmoticon